Tepat seminggu yang lalu, aku sedang berada di sebuah rumah
kost di Kelurahan Kukusan,Depok, Jawa Barat, sebab aku akan mengikuti tes masuk
Magister Profesi Psikologi UI tahap 2 keesokan harinya. Alhamdulillah tadi siang pengumuman hasil tes
sudah dirilis dan aku harus menerima bahwa aku belum berjodoh dengan kampus
berlambang makara itu. Gimana rasanya? Sedih pastinya.
Ya meskipun pada
hari-hari yang lalu aku sudah mengira akan hasil yang demikian, tapi rasa sedih
itu nyatanya masih cukup menguasai. Bagaimana tidak sedih, aku sudah tinggal di
Depok selama 12 hari 11 malam, yang dalam kurun waktu tersebut aku sudah akrab
dengan berbagai hal baru di sana. Selama itu pula aku menyusun balok-balok
mimpiku. Maka aku pun memberi ruang untuk diriku bersedih. Aku memberi ruang
untuk diriku menangis. Tidak apa-apa. Aku bersyukur, Allah masih menjaga
keyakinan dalam hatiku bahwa “Allah tahu yang terbaik.” Maka menangisku
bukanlah ungkapan tidak terima akan takdir-Nya, namun ‘hanyalah’ ekspresi
kemanusiaanku.
Terlepas dari kesedihanku, aku mendapatkan banyak pelajaran
dari tes kemarin. Salah satunya dari tes wawancara. Tes ini benar-benar menguji
apa dan seberapa kuat motivasiku untuk mengikuti pendidikan profesi psikologi
pendidikan. Sebab memang awalnya cita-citaku belum terlalu spesifik: aku ingin
terus belajar, berbagi, dan bermanfaat. Apakah cita-cita itu salah? Sama sekali
enggak. Tapi gini lho, setelah lulus dari sini kamu akan bergelar sebagai
psikolog, ditambah lagi yang ingin kuliah di sini tuh nggak sedikit, jadi ya
masa cita-citamu se-abstrak itu? Apa ya mungkin orang yang baru mengenalmu
(bapak dan ibu pewawancara) bisa yakin padamu dengan cita-cita yang kurang
operasional itu?
Mengapa memilih program profesi psikologi pendidikan? Pada
saat wawancara itu, aku juga sempat ditanya, lembaga pendidikan mana yang
menurutmu bagus? Apa yang ingin kamu lakukan selama lima tahun ke depan? Aku
bisa menjawab pertanyaan itu, tapi mungkin kurang mantap. Di situ aku jadi
sadar, bahwa aku belum merumuskan cita-citaku secara lebih jelas. Bahwa aku
belum menenggelamkan diriku dalam cita-citaku. Pilihanku untuk sekolah profesi
sudah mantap, tapi ‘lalu-habis-itu-ngapain-nya’ ini yang perlu digali lebih
dalam lalu harus terus diusahakan dan didoakan.
Maka dari wawancara kemarin aku belajar untuk lebih mengenal
diriku. Aku belajar untuk lebih semangat merumuskan dan mengejar cita-citaku.
Bukan, bukan untuk lolos tes wawancara. Tapi untuk
belajar-berbagi-dan-menebar-manfaat yang lebih baik.
6 comments:
Allah pasti punya rencana indah buat mbak fatin yang baik dibalik semua ini ❤��
Aku pun masih mencari tahu alasan objektif apa yang menjadi urgensi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
Aku pun masih mencari tahu alasan objektif apa yang menjadi urgensi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
❤️❤️❤️
Mbak sayaaaanggg semangat :)
Terima kasih sudah berbagi Mba Fatin. Aku jadi tersadar dan berpikir juga soal melanjutkan pendidikan profesi. Hikmah lainnya, mugi-mugi postingan ini jadi pahalanya Mba Fatin karena udah berbagi
Posting Komentar