Selasa, 19 Oktober 2021

Antara Cepat dan Lambat

Sebagian dari mereka yang berjalan lebih lambat mengatakan bahwa cepat tidak selalu tepat. Namun sayangnya, ia menerapkannya juga untuk orang lain. Ia menghakimi kawannya yang berjalan dan/atau sampai lebih cepat.

Sebagian dari mereka yang berjalan lebih cepat mengatakan bahwa usaha adalah satu-satunya penentu kesuksesan. Ia lupa, bahwa sebenarnya bukan dia yang hebat, tapi Tuhan yang memudahkan semuanya. Semata-mata untuk mengujinya. Jika tak mampu bijaksana, manusia tak perlu banyak bertanya mengapa dan mengapa.

Malang, 19 Oktober 2021

Jumat, 02 Juli 2021

KATA ITU LAGIIII :(

 Kayaknya sekarang "semua orang" insecure ya.

Atau manusia selalu punya "insecure-nya" masing-masing?

Nggak papa sih.

Akui.

Terima.

Tapi habis itu jangan lupa untuk menghadapi.

Berusaha bertahan atau bahkan jadi lebih baik. 

Sabtu, 12 Juni 2021

Catatan Konseling Fatin

Bismillah

Sekarang aku sedang Praktek Kerja Profesi Psikologi (PKPP). Salah satu tugasku adalah menangani kasus-kasus psikologis dalam konteks pendidikan (karena aku mengambil mayoring psikologi pendidikan). Oleh karena itu, aku jadi sering melakukan konseling sekarang, yang dari sana aku belajar banyak hal. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengabadikan catatan-catatan sederhanaku di sini. Catatan ini insyaaAllah akan selalu aku update. 

---

Konselor Introvert

Sebagai seseorang yang sangat introvert, aku sering merasa nggak ingin ketemu orang. Entah karena capek, lagi pengen merenung sendiri, atau ya...pokoknya lagi nggak mood aja 😄. Apalagi untuk konseling, yang mana aku bukan hanya dituntut untuk sekedar ketemu dan ngomong santai. Aku dituntut untuk mengatur proses ngobrol yang ada untuk membawa klien selangkah lebih maju. Aku harus mendengarkan dan memberikan tanggapan yang sesuai. 

Nah, perasaan itu tak jarang muncul ketika aku sudah janjian sama klien, yang mana itu berarti demi etika aku tidak mungkin tiba-tiba membatalkan 😂. Yaudah harus tatag. Alhamdulillah...karena memang psikologi ini adalah bidang ilmu yang aku sukai, sesaat sebelum konseling, apalagi ketika sudah berhadapan langsung dengan klien, aku seperti mendapatkan energi baru. Tanggung jawab dan kasih sayang kepada sesama manusia kuncinya.
---

Makan Bakso

Jangan makan bakso sebelum konseling, biar mulut nggak berminyak, yang akhirnya bikin nggak plong waktu ngomong. Bisa disiasati dengan bawa sikat dan pasta gigi, jadi bisa menjaga kebersihan mulut supaya konselingnya nyaman. Pastikan juga masker yang digunakan bersih (biar nyaman juga buat ngomong).
---

Biar Awet Muda

Kata supervisorku selama PKPP di Pusat Layanan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (PLP UMM), konseling itu bikin awet muda. Salah satunya karena Bu Putri mendapatkan kebahagiaan yang sulit terkatakan ketika melihat wajah cerah klien ketika keluar dari ruang konseling 💖.

Sabtu, 13 Februari 2021

Terima Kasih!

 Sudah hari ke empat 14 dari bulan kedua di tahun yang baru. 


Terima kasih sudah mau melangkah sejauh ini.


Terima kasih sudah berani mengunci pintu dari hal-hal yang tidak sepatutnya diharapkan.


Terima kasih sudah mau membagi waktu dengan cukup baik.


Terima kasih sudah mau mendengarkan orang lain, meskipun belum sepenuhnya sesuai dengan target yang kamu inginkan.


Suatu hari nanti, kamu mungkin akan merindukan hari ini. Tetaplah semangat. Hidupmu amat berarti. 

Jumat, 11 Desember 2020

Cinta yang Tak Terbendung

Ada yang tak bisa membendung cintanya, hingga lahirlah Qasidah Burdah, Maulid Diba', Qasidah "Yaa Arhamaraahimin", Maulid Al-Barzanji, Maulid Simthudduror, Maulid Ad-Dhiyau Lami...

Maka betapa cinta membuat hati bersenandung untuk selalu menyebut dan mengagungkan. Duhai hati, untuk siapakah senandung cintamu selama ini?

Minggu, 06 Desember 2020

Ketika Usiamu 25 Tahun

Bismillah

Ketika aku berulang tahun yang ke 25 pada 14 November kemarin, sebakda subuh-belum selesai wirid beliau-Bunda lah yang pertama menyalamiku untuk mengucapkan selamat ulang tahun, kemudian dengan tatapan berbinar-binar mengucapkan doa-doa. Aku lupa lafal pastinya bagaimana, namun yang kuingat ialah Bunda berharap agar studiku lancar dan lancar pula urusan....ya, jodoh. Begitu pula ketika sore hari sebuah tumpeng dengan tulisan "Barakallah fii Umrik Fatin Philia H." mendarat di rumah. Setelah kami membaca doa yang dipimpin oleh Ayah, dengan piring di tangan dan wajah berbinarnya Bunda menoleh kepadaku yang duduk di samping beliau, "Semoga lancar semuanya ya Nduk..." 

Dalam "aamiin" yang aku ucapkan, sebenarnya yang terbersit dalam hati adalah, "Ya Allah, kabulkanlah doa orang tua hamba dan jangan biarkan tertundanya karunia membuat sabar, syukur, dan yakin kami kepada-Mu menjadi pupus." Karena bagiku, dan mungkin hampir semua anak merasakannya, ketika kesabaran akan penantian itu sudah mulai mantap, merasakan kesedihan orang tua membuka ruang sesak baru dalam hati.

Bunda mungkin tak mengira bahwa kehadiran Bunda, Ayah, dan Dek Opik adalah nikmat besar yang sangat dan harus aku syukuri. Terlebih ketika di masa pandemi ini, tak terhitung orang kehilangan orang tuanya, kehilangan saudaranya, bahkan kehilangan harapan. Rasanya aku sudah sangat kurang ajar, ketika aku berani merenungkan cita-citaku yang belum tercapai. Bahkan aku sadar betul bahwa rasa syukurku atas hal-hal yang sudah ada masih sangat sangat sangat kurang. 

Maka kini, pada hari-hari ketika aku mau tak mau harus mengatakan, teman SMA, teman MTs, atau teman kuliahku menikah kepada Ayah dan Bunda; bahkan bukan hanya teman-teman yang seusia denganku, tetapi juga teman-temannya Dek Opik, juga teman-teman seusia Ayah dan Bunda yang mantu. aku merasakan dalam keheningan aku mendengar pertanyaan, "Lalu anakku kapan?" 

Aku sungguh memahami keresahan yang Ayah dan Bunda rasakan sebagai orang tua, namun aku takut pada akhirnya keresahan itu membuat kita lupa bersyukur tentang buanyak sekali nikmat yang sudah Allah berikan. Bahkan rasanya aku tak sanggup menyebutkan tentang beragamnya kondisi teman-temanku saat ini. 

Aku sangat-sangat memahami, ujian kesabaran yang ada dalam masa penantian menunggu jodoh terdiri beberapa dimensi kemanusiaan. Tujuan utamanya memang menjalankan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam; namun ia juga mewakili manusia sebagai makhluk psikologis, makhluk biologis, dan juga makhluk sosial. Menikah sebagai ibadah memang bukan sesuatu yang ringan. Makanya lucu banget sebenarnya ketika ada mahasiswa yang bilang, "Duh, aku capek kuliah, pengen nikah aja." Padahal dengan menikah, tugas yang harus diemban bukan hanya semakin banyak, tapi juga semakin besar. Namun betapa agungnya Allah yang mengatur fitrah manusia: adanya rasa kosong ketika belum memiliki pasangan, adanya kecenderungan untuk selalu membandingkan diri dengan orang lain. Sekalipun kita sudah memahami hakikat keagungan pernikahan, tetapi terkadang kondisi sosial membuat kita lupa, jadinya pengen "ndang-ndangan" biar nggak ditanya-tanyai lagi. Padahal pertanyaan kapan itu tidak akan pernah menemui ujungnya selama kita masih hidup di dunia. 

Maka aku berharap agar aku sendiri dan kita semua lebih bisa menghargai dan mensyukuri apa yang sudah ada sekarang. Karena dengan mencari-cari yang belum ada, maka yang ada tak terasa nikmat dan yang belum ada belum tentu hadir. 

Semoga kita lulus dengan predikat cumlaude dalam menghadapi ujian syukur dan sabar ini. 

Dan ucapkanlah: ALHAMDULILLAH...atas segala nikmat yang Allah berikan...

Kamis, 19 November 2020

Habis Nikah

 Bismillah

Barusan ketika aku scrolling status whatsapp, aku baca status seseorang yang barusan menikah, yang lewat statusnya tersebut ia curhat tentang betapa rindunya ia dengan kehidupannya yang dahulu, sebelum pindah keluar kota demi mengikuti sang suami. Dulu sebelum menikah, statusnya agak galau galau gimana gitu menanti jodoh. Sekarang begitu sudah ketemu dengan jodoh, galaunya nggak hilang, tapi berganti ke bentuk yang lain. 

Aku jadi refleksi ke diriku sendiri. 

Se-nggak-pernah-puas-itu-ya-makhluk-bernama-manusia-ini?

Manusia akan selalu berusaha mengejar sesuatu yang sedang tidak ada dalam genggamannya. Ternyata makna "tidak ada dalam genggaman" itu bukan hanya terhadap hal-hal yang belum pernah dimiliki, tapi juga pada apa-apa yang pernah dimiliki.

Semakin mendapat, maka semakin ingin yang lebih banyak. Treadmill effect. 

Jadi inget sama salah satu ayat di Al-Baqarah: waskuruu lillaahi in kuntum iyyaahu ta'buduun~ dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.

Astaghfirullah~

Sabtu, 17 Oktober 2020

Sisi "Nggak Enak" dari Menjadi Mahasiswa Psikologi

Sore ini, seorang kawan di salah satu grup Whatsapp "berkonsultasi" kepadaku dan Husnul (saat ini Husnul sedang menempuh magister profesi psikologi mayoring pendidikan di UI) tentang suatu "kasus" yang berkaitan dengan psikologi pendidikan. Kawan tersebut menguraikan karakteristik kasus yang dihadapinya dan ia meminta tips dari kami, saran apa yang bisa kami berikan untuk " kasus" tersebut.

Ah. Saran. Tips. Solusi. Sesuatu yang selalu "diminta" oleh masyarakat kepada kami, mahasiswa psikologi, apalagi aku sekarang sudah di level magister, profesi pula. Suka tak suka, mau tak mau, aku harus terbiasa dengan pertanyaan ajaib, "Terus aku harus gimana?" yang sebagian orang meyakini bahwa mahasiswa psikologi tahu semua jawaban. 

Pertanyaan dari seorang kawan sore ini menyadarkanku bahwa kuliah itu bukan buat keren-kerenan. Bukan supaya diundang jadi pembicara di mana-mana, dianggap ahli, ada keterangan yang "keren" yang membersamai nama kita beserta gelarnya. Namun, itu adalah "beban". Tanggung jawab. Ada tuntutan tak kasat mata untuk mengikuti perkembangan informasi, terus banyak membaca referensi ilmiah terpercaya, banyak mendengar, dan tentu mengamalkan ilmu. 

Jadi, diriku, apa kamu berani merasa "bangga" dengan gelar yang kamu miliki?

Malang, 17 Oktober 2020

Jumat, 16 Oktober 2020

Branding Diri Ala Para Kekasih Allah

Hari Ahad 2 pekan yang lalu, aku mengikuti Majelis Syahriyah ROBWAH Foundation. Seperti namanya, majelis ini diadakan satu kali setiap bulannya khusus untuk keluarga besar ROBWAH Foundation. Pada pembukaan majelis yang diadakan secara online tersebut, Ustadz Afri menugaskan Mas Faishol untuk menyenandungkan beberapa bait dari qasidah "Yaa Arhamarrahimin..."

Sebakda itu, Ustadz Afri sedikit bercerita tentang Habib Abdullah bin Husain bin Thahir, sang penulis qasidah Yaa Arhamarrahimin tersebut. Tentang betapa ikhlasnya beliau. Dengan keikhlasan itu, Allah menjadikan qasidah karya beliau menyejarah, terus hidup melintasi waktu ratusan tahun meskipun beliau kini sudah menghadap Allah, menggaung hingga ke daerah-daerah pelosok. Ustadz Afri pun kemudian menyebut nama sosok-sosok lainnya seperti Imam Syafi-i dan imam-imam lainnya, yang karya dan manfaatnya terus menyebar melintasi ruang dan zaman. 

Mereka itu sibuk mem-branding diri di hadapan Allah. Fokus mereka adalah bagaimana agar Allah ridho. Hingga Allah pun cinta kepada mereka. Maka seketika itu pula seluruh penduduk langit dan bumi turut mencintai mereka. Itulah mengapa meskipun kita belum pernah berjumpa dengan mereka, kita mencintai mereka.

Nyes....maa syaa Allah...Hari-hari ini mungkin kita dibuat penat dengan berbagai teori dan pembicaraan soal branding diri; disibukkan dengan perkara like, viewer, subcriber, dan semacamnya; maka kita mendapatkan ketenangan kembali dengan belajar dari para kekasih Allah tersebut. Bahwa tugas kita adalah fokus berbuat kebaikan semampu kita. 

Malang, 16Oktober2020

Senin, 12 Oktober 2020

Ketika Buku Katarsis Dibedah Oleh Ustadz Khaliel Anwar

Sebagaimana seorang anak yang tentu ingin menunjukkan ijazah yang didapatkannya kepada orang tuanya yang berjasa besar atas diraihnya ijazah tersebut, maka begitulah saya ketika buku Katarsis ini alhamdulilah rilis. Saya ingin sekali mengirimkan buku ini kepada salah dua orang tua saya di Surabaya, yang berjasa sangat besar bagi hidup saya, yaitu Ustadz Anwar dan Ustadz Afri sebagai bentuk terimakasih dan ngalap berkah. Kan seneng ya kalau ada nama kita di rak buku beliau, berjajar bersama kitab-kitab yang beliau gunakan untuk mengajar. Saya pernah melihat secara langsung buku yang saya tulis ada di rak buku Ustadz Afri...rasanya... :') Maa syaa Allah. 

Sebelumnya saya izin dulu apakah beliau berkenan. Karena sesungguhnya saya sungkan. Merasa tidak pantas. Takut juga macam orang minta di-endorse :"). Sempat kepikiran juga mau bilang, "Jangan dibuat status ya Ustadz" (saking takutnya mirip sama orang minta diiklankan)😂 tapi kok ya nggak sopan wkwk. Apa yang saya takutkan pun terjadi. Ustadz Anwar dan Ustadz Afri mengunggah tentang buku ini melalui status WhatsApp beliau, yang mana itu akhirnya membuat saya sulit memejamkan mata 😆

Bahkan tak lama setelah Ustadz Anwar membaca buku ini sekilas, beliau menyampaikan, "Kalau berkenan saya ingin membedah buku ini lewat acaranya hubb.id."

Rendah hati sekali beliau, menyelipkan kata, "Kalau berkenan," Padahal ya tentu berkenan sekali :")

Alhamdulillah pada hari Jumat 9 Oktober yang lalu acara bedah buku tersebut sudah dilakukan. Buat yang penasaran bisa cek di YouTube "Robwah Foundation", di playlist "Sharing Hikmah Buku". Tapi buat yang ga kuat nonton sampai selesai sesi diskusi, disarankan menunggu saat yang tepat untuk bisa menyimak secara tuntas, karena pembahasannya agak tricky jadi harus ngikuti sampai selesai 😀👍

Sharing Hikmah Buku "Bait Cinta Sang Musafir" dan "Katarsis: Membereskan Beban Hati"

Terlepas dari isi atau hikmah bukunya, hikmah yang saya dapatkan dari diskusi bersama Ustadz Anwar ialah semakin dalam keilmuan seseorang, akan semakin besar pula cintanya kepada sesama yang itu terimplementasikan dalam kemauan untuk mendengarkan, memahami, dan memaklumi. 

Minggu, 11 Oktober 2020

Bedah Buku: Munculkan Secuil Aja Biar Penasaran Atau...

Bismillah

Hari ini aku bersama dua penulis buku "Katarsis: Membereskan Beban Hati" lainnya yaitu Husnul dan Sita mendapatkan kesempatan untuk berbagi dalam webinar yang diadakan oleh Go English. Kami mempresentasikan sebagian (karena waktunya terbatas) materi buku kami dengan menyorot topik "Cerdas Kelola Emosi: Agar Kamu Nggak Nyesek Lagi". 

Sesi presentasi kami dibuka oleh Sita yang berbicara tentang bagaimana irrational belief menjadi salah satu penyebab kita mengalami "nyesek". Menurutku, Sita membawakan materi dengan sangat menawan, maa syaa Allah. Menyimaknya ibarat sedang mendengarkan seorang penyiar radio yang sudah berpengalaman. Aku yakin para peserta webinar yang mayoritas adik-adik SMA itu pun terpesona. 

Setelah itu, tibalah giliranku yang sudah lumayan grogi menyimak Sita, khawatir aku terlalu njomplang darinya. Aku kebagian menjelaskan tentang penyebab "nyesek" lainnya yaitu ruminasi, supresi, dan represi sampai ke definisi katarsis. Aku belibet banget guys ngomongnya :')) Mungkin karena aku sudah terpesona sama Sita yang luwes banget, sehingga mungkin secara tidak sadar aku menuntut diriku untuk bisa seperti itu, padahal jelas style kami itu berbeda...alhasil belibet lah akhirnya. Huhu...sedih...

Kemudian giliran Husnul yang menjelaskan tentang apa dan bagaimana melakukan teknik katarsis secara sehat. Penjelasan Husnul memberikan pencerahan kepada peserta tentang beragam pilihan teknik katarsis yang bisa mereka lakukan. Husnul juga keren banget, maa syaa Allah. Santai bwanget pembawaannya, tapi pesannya nyampe. 

Selepas sesi penyampaian materi oleh kami bertiga, akhirnya masuk ke sesi tanya jawab. Ada beberapa pertanyaan menarik yang masuk, dan alhamdulillah semuanya dapat dijawab dengan baik (oleh Husnul dan Sita wkwk). Melihat jawaban kedua teman yang ces pleng tersebut, moderator spontan menanyakan kontak kami jikalau adik-adik remaja tersebut membutuhkan teman untuk berbagi secara tepat. Alhamdulillah ada Sita (wkwkw), yang saat ini sedang menjalani tugasnya sebagai konselor sebaya di lembaga konsultasi psikologi BE Psychology Kediri, yang menerima konsultasi secara gratis.

Udah gitu aja sih ceritanya hehe. Alhamdulillah diberikan kesempatan untuk berbagi hehehe.

***CERITA DI BALIK LAYAR***

Pada saat kami mendapatkan undangan untuk berbagi tentang buku kami, muncul diskusi dalam grup WhatsApp kami: "Apakah sebaiknya kita memunculkan bagian-bagian tertentu saja sehingga orang akan penasaran dan membeli buku kami, atau bagaimana?"; sampai akhirnya kami sampai pada satu kesepakatan: berikan sebanyak yang bisa kita berikan, soal ada yang beli atau tidak, itu adalah rezeki yang sudah diatur, yang penting kita jangan sampai menyembunyikan ilmu.