Menjadi penulis adalah cita-cita
saya sejak kelas 1 SD. Seingat saya, waktu itu saya masih belum punya alasan
khusus. Seiring berjalannya waktu, ketika saya sudah mulai beranjak remaja,
saya semakin termotivasi untuk menjadi penulis karena saya ingin nama saya
nangkring di toko buku. Cukup lama motivasi tersebut bersemayam dalam benak
saya. Sampai akhirnya, setelah berbagai tempat saya kunjungi, banyak orang
Allah pertemukan dengan saya, berbagai hikmah Allah hadirkan untuk mencerahkan
hati dan pikiran, jadilah ‘penulis’ bukan lagi cita-cita saya, namun ‘menulis’
adalah jalan hidup saya. Kini, bagi saya ‘penulis’ bukanlah pekerjaan, namun
ianya merupakan kewajiban yang didasari dengan semangat berbagi dan
melanggengkan budaya para ulama salafussholih yang menjadikan menulis sebagai
jalan hidup untuk menjaga warisan para nabi dan rasul berupa ilmu.
Dengan kemantapan itu, kemudian
muncullah berbagai cita-cita. Salah satunya menulis buku. Alhamdulillah Allah
mewujudkannya. Dalam waktu kurang lebih sembilan bulan (mulai dari menulis
pertama sampai dijual di toko buku) lahirlah buku berjudul Setiap Detik Bersama
Allah, yang diterbitkan oleh Gramedia. Meskipun masih banyak kurangnya dari
segi sumber dan teknik penulisan, namun saya sangat bersyukur atas karunia ini.
Manusia berproses. Setelah mendengarkan banyak nasihat dan
hakikat-hakikat baru melalui berbagai kajian, saya menjadi semakin ciut. Mendengarkan
penjelasan para ulama’ dalam kitab-kitabnya selalu membuat saya merasa tidak
pantas untuk menulis. Para ulama’ terdahulu telah menjelaskan banyak hal dengan
sangat lengkap dan penuh keikhlasan. Sedangkan saya…masih perlu dipertanyakan
dalam berbagai aspeknya. Masih perlukah saya menulis? Namun, ketika saya
berpikir begitu, beberapa orang meyakinkan saya bahwa tulisan saya mungkin bisa
menjangkau saudara-saudara yang belum sampai mengkaji kitabnya para ulama’.
Baiklah, dari situ saya jadi semangat lagi, meskipun akhirnya saya merasa bahwa
harus ada orang yang mumpuni secara ilmu untuk bisa mengoreksi tulisan saya.
Hal ini ditegaskan oleh Ustadz Afri Andiarto, pada saat saya menyerahkan buku ‘Katanya
Pengen Mondok?’ karya Thalib El-Dhiya’ (saya dan 23 teman saya yang lain)
ketika pembinaan robithoh da’waturrasul. Masih dengan bahagia (beliau selalu
senang ketika murid beliau menulis) beliau mengatakan yang kurang lebih intinya
serahkanlah tulisanmu kepada gurumu sebelum dipublikasikan, agar gurumu bisa
memeriksa jikalau ada isi yang salah. Sejak saat itu, menguatlah harap dalam
diri saya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar bisa menulis dengan orang yang
lebih berilmu.
Allah mewujudkannya. 'Beliau' (masih dirahasakan hehe), sosok
yang saya ikuti akhlak dan ilmunya mengajak saya untuk bergabung dalam tim
menulis yang berisi saya dan dua sosok lain (masih dirahasiakan juga hehe) yang
keren di bidangnya masing-masing (maa syaa Allah). Buku yang ingin kami tulis
bukanlah antologi, sehingga kami bekerja berdasarkan pembagian tugas.
Alhamdulillah kami berempat sudah bertemu sekali, dan bertemu secara tidak full
team tiga kali. Ketika bertemu, biasanya kami berdiskusi mengenai referensi. Saya
merasa sangat bersyukur. Jika menulis buku sendiri, biasanya saya kebingungan
untuk mengisi beberapa bagian, karena itu bukanlah bidang yang saya mampu,
sehingga tak jarang akhirnya bagian itu saya hapus. Namun, dengan menulis
bersama, kami bisa saling mengisi sehingga mewujudkan tulisan yang bernas. Inilah
yang dimaksudkan oleh nasihat bijak jika
kau ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendiri. Namun, jika kau ingin
berjalan lebih jauh, maka berjalanlah bersama. Maksudnya, dengan berjalan
bersama kita bisa meraih hal-hal yang tidak bisa kita capai bila sendirian.
Iya, menulis sendiri memang lebih cepat (bagi orang yang sudah terbiasa
menulis), karena tidak perlu menunggu teman-teman satu tim yang mungkin punya
kesibukan lain, sehingga harus ada yang rela menjadi menyebalkan dengan terus
menagihi teman-teman satu timnya hehe (pengalaman ketika menulis bersama Thalib
El-Dhiya’). Tetapi, sekali lagi, perjuangan menulis bersama ini sebanding
dengan hasil yang bisa kita dapatkan. Gara-gara itu, sekarang setiap ada ide untuk menulis buku, saya bergegas untuk mencari partner yang cocok. Saya nggak mau sendirian lagi, hehe.
Nah, indahnya berjamaah bukan hanya bisa diwujudkan dalam
menulis kok, namun juga untuk hobi-hobi baik lain seperti memasak, videografi,
olahraga, dan sebagainya. Jadi, apapun hobimu, jangan ragu untuk terus menebar kebaikan untuk umat lewat jama'ah-jama'ah kebaikan ya. Insyaa Allah.