Senin, 26 November 2018

Lebih Baik Bersama


Menjadi penulis adalah cita-cita saya sejak kelas 1 SD. Seingat saya, waktu itu saya masih belum punya alasan khusus. Seiring berjalannya waktu, ketika saya sudah mulai beranjak remaja, saya semakin termotivasi untuk menjadi penulis karena saya ingin nama saya nangkring di toko buku. Cukup lama motivasi tersebut bersemayam dalam benak saya. Sampai akhirnya, setelah berbagai tempat saya kunjungi, banyak orang Allah pertemukan dengan saya, berbagai hikmah Allah hadirkan untuk mencerahkan hati dan pikiran, jadilah ‘penulis’ bukan lagi cita-cita saya, namun ‘menulis’ adalah jalan hidup saya. Kini, bagi saya ‘penulis’ bukanlah pekerjaan, namun ianya merupakan kewajiban yang didasari dengan semangat berbagi dan melanggengkan budaya para ulama salafussholih yang menjadikan menulis sebagai jalan hidup untuk menjaga warisan para nabi dan rasul berupa ilmu.

Dengan kemantapan itu, kemudian muncullah berbagai cita-cita. Salah satunya menulis buku. Alhamdulillah Allah mewujudkannya. Dalam waktu kurang lebih sembilan bulan (mulai dari menulis pertama sampai dijual di toko buku) lahirlah buku berjudul Setiap Detik Bersama Allah, yang diterbitkan oleh Gramedia. Meskipun masih banyak kurangnya dari segi sumber dan teknik penulisan, namun saya sangat bersyukur atas karunia ini.

Manusia berproses. Setelah mendengarkan banyak nasihat dan hakikat-hakikat baru melalui berbagai kajian, saya menjadi semakin ciut. Mendengarkan penjelasan para ulama’ dalam kitab-kitabnya selalu membuat saya merasa tidak pantas untuk menulis. Para ulama’ terdahulu telah menjelaskan banyak hal dengan sangat lengkap dan penuh keikhlasan. Sedangkan saya…masih perlu dipertanyakan dalam berbagai aspeknya. Masih perlukah saya menulis? Namun, ketika saya berpikir begitu, beberapa orang meyakinkan saya bahwa tulisan saya mungkin bisa menjangkau saudara-saudara yang belum sampai mengkaji kitabnya para ulama’. Baiklah, dari situ saya jadi semangat lagi, meskipun akhirnya saya merasa bahwa harus ada orang yang mumpuni secara ilmu untuk bisa mengoreksi tulisan saya. Hal ini ditegaskan oleh Ustadz Afri Andiarto, pada saat saya menyerahkan buku ‘Katanya Pengen Mondok?’ karya Thalib El-Dhiya’ (saya dan 23 teman saya yang lain) ketika pembinaan robithoh da’waturrasul. Masih dengan bahagia (beliau selalu senang ketika murid beliau menulis) beliau mengatakan yang kurang lebih intinya serahkanlah tulisanmu kepada gurumu sebelum dipublikasikan, agar gurumu bisa memeriksa jikalau ada isi yang salah. Sejak saat itu, menguatlah harap dalam diri saya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala agar bisa menulis dengan orang yang lebih berilmu.

Allah mewujudkannya. 'Beliau' (masih dirahasakan hehe), sosok yang saya ikuti akhlak dan ilmunya mengajak saya untuk bergabung dalam tim menulis yang berisi saya dan dua sosok lain (masih dirahasiakan juga hehe) yang keren di bidangnya masing-masing (maa syaa Allah). Buku yang ingin kami tulis bukanlah antologi, sehingga kami bekerja berdasarkan pembagian tugas. Alhamdulillah kami berempat sudah bertemu sekali, dan bertemu secara tidak full team tiga kali. Ketika bertemu, biasanya kami berdiskusi mengenai referensi. Saya merasa sangat bersyukur. Jika menulis buku sendiri, biasanya saya kebingungan untuk mengisi beberapa bagian, karena itu bukanlah bidang yang saya mampu, sehingga tak jarang akhirnya bagian itu saya hapus. Namun, dengan menulis bersama, kami bisa saling mengisi sehingga mewujudkan tulisan yang bernas. Inilah yang dimaksudkan oleh nasihat bijak jika kau ingin berjalan cepat, maka berjalanlah sendiri. Namun, jika kau ingin berjalan lebih jauh, maka berjalanlah bersama. Maksudnya, dengan berjalan bersama kita bisa meraih hal-hal yang tidak bisa kita capai bila sendirian. Iya, menulis sendiri memang lebih cepat (bagi orang yang sudah terbiasa menulis), karena tidak perlu menunggu teman-teman satu tim yang mungkin punya kesibukan lain, sehingga harus ada yang rela menjadi menyebalkan dengan terus menagihi teman-teman satu timnya hehe (pengalaman ketika menulis bersama Thalib El-Dhiya’). Tetapi, sekali lagi, perjuangan menulis bersama ini sebanding dengan hasil yang bisa kita dapatkan. Gara-gara itu, sekarang setiap ada ide untuk menulis buku, saya bergegas untuk mencari partner yang cocok. Saya nggak mau sendirian lagi, hehe.

Nah, indahnya berjamaah bukan hanya bisa diwujudkan dalam menulis kok, namun juga untuk hobi-hobi baik lain seperti memasak, videografi, olahraga, dan sebagainya. Jadi, apapun hobimu, jangan ragu untuk terus menebar kebaikan untuk umat lewat jama'ah-jama'ah kebaikan ya. Insyaa Allah.