Senin, 08 April 2019

Kuliah Profesi, Apa yang Kau Cari


Tepat seminggu yang lalu, aku sedang berada di sebuah rumah kost di Kelurahan Kukusan,Depok, Jawa Barat, sebab aku akan mengikuti tes masuk Magister Profesi Psikologi UI tahap 2 keesokan harinya.  Alhamdulillah tadi siang pengumuman hasil tes sudah dirilis dan aku harus menerima bahwa aku belum berjodoh dengan kampus berlambang makara itu. Gimana rasanya? Sedih pastinya. 

Ya meskipun pada hari-hari yang lalu aku sudah mengira akan hasil yang demikian, tapi rasa sedih itu nyatanya masih cukup menguasai. Bagaimana tidak sedih, aku sudah tinggal di Depok selama 12 hari 11 malam, yang dalam kurun waktu tersebut aku sudah akrab dengan berbagai hal baru di sana. Selama itu pula aku menyusun balok-balok mimpiku. Maka aku pun memberi ruang untuk diriku bersedih. Aku memberi ruang untuk diriku menangis. Tidak apa-apa. Aku bersyukur, Allah masih menjaga keyakinan dalam hatiku bahwa “Allah tahu yang terbaik.” Maka menangisku bukanlah ungkapan tidak terima akan takdir-Nya, namun ‘hanyalah’ ekspresi kemanusiaanku.

Terlepas dari kesedihanku, aku mendapatkan banyak pelajaran dari tes kemarin. Salah satunya dari tes wawancara. Tes ini benar-benar menguji apa dan seberapa kuat motivasiku untuk mengikuti pendidikan profesi psikologi pendidikan. Sebab memang awalnya cita-citaku belum terlalu spesifik: aku ingin terus belajar, berbagi, dan bermanfaat. Apakah cita-cita itu salah? Sama sekali enggak. Tapi gini lho, setelah lulus dari sini kamu akan bergelar sebagai psikolog, ditambah lagi yang ingin kuliah di sini tuh nggak sedikit, jadi ya masa cita-citamu se-abstrak itu? Apa ya mungkin orang yang baru mengenalmu (bapak dan ibu pewawancara) bisa yakin padamu dengan cita-cita yang kurang operasional itu?

Mengapa memilih program profesi psikologi pendidikan? Pada saat wawancara itu, aku juga sempat ditanya, lembaga pendidikan mana yang menurutmu bagus? Apa yang ingin kamu lakukan selama lima tahun ke depan? Aku bisa menjawab pertanyaan itu, tapi mungkin kurang mantap. Di situ aku jadi sadar, bahwa aku belum merumuskan cita-citaku secara lebih jelas. Bahwa aku belum menenggelamkan diriku dalam cita-citaku. Pilihanku untuk sekolah profesi sudah mantap, tapi ‘lalu-habis-itu-ngapain-nya’ ini yang perlu digali lebih dalam lalu harus terus diusahakan dan didoakan.

Maka dari wawancara kemarin aku belajar untuk lebih mengenal diriku. Aku belajar untuk lebih semangat merumuskan dan mengejar cita-citaku. Bukan, bukan untuk lolos tes wawancara. Tapi untuk belajar-berbagi-dan-menebar-manfaat yang lebih baik.