(Sebut saja) Mawar: “Tin, seumur-umur aku nggak pernah
pacaran. Tapi bayangin, aku justru ‘terpeleset’ satu minggu sebelum akad.
Godaannya di masa-masa seperti itu besar banget menurutku. Sampai sekarang aku
merasa berdosa banget ... ”
Me: “…”
Mawar: “Ya gimana ya…saat itu tuh kita udah tau kalau dia
adalah jodoh kita gitu… ”
Sampai hari ini, saya tidak tahu ‘terpeleset’ seperti apa
yang Mawar maksudkan. Namun, berdasarkan cerita panjang lebarnya, beberapa
minggu sebelum akad ia tidak pernah bertemu langsung dengan calon suaminya dan ‘hanya’
menjalin komunikasi melalui media sosial. Mungkin, Mawar terpeleset mengirim
pesan yang menurutnya terlampau mesra, sementara keduanya belum sah. Ah ya,
bagi mereka yang memang sudah berkomitmen untuk menjemput jodoh dengan cara
terbaik, hal itu sudah merupakan kesalahan yang membuatnya merasa sangat
berdosa.
Di sisi lain, akhir-akhir ini kita bisa melihat di media
sosial bertebaran foto ‘engagement’ atau bahasa kerennya ‘lamaran’ atau
‘khitbah’, yang kemudian mereka yang sudah lamaran itu kerap memamerkan foto
mesranya. Nah, sebenarnya bagaimana sih islam mengajarkan kita untuk menjemput
jodoh kita melalui proses nazhor-khitbah-nikah? Apa saja yang harus kita
perhatikan? Berikut ini merupakan rangkuman kajian pranikah yang rutin diadakan
di Masjid Ulul ‘Azmi UNAIR dengan dibina oleh Gurunda Ustadz Afri Andiarto.
Rangkuman ini sudah diperiksa oleh beliau..
Nazhor
Pada umumnya dalam ajaran islam, laki-laki boleh melihat
perempuan dalam jual beli, memberikan kesaksian, dan berbagai kegiatan baik
lainnya dengan batas-batas tertentu. Namun, nazhor yang dimaksud di sini adalah
proses melihat perempuan yang dilakukan sebelum laki-laki melamar atau
mengkhitbah seorang perempuan. Adanya nazhor merupakan bentuk kehati-hatian,
menjaga dari adanya ketertipuan fisik maupun akhlak. Hal ini penting karena
pernikahan adalah ibadah seumur hidup dan ikrar pernikahan adalah termasuk
dalam perjanjian yang sangat kuat.
Mayoritas ulama sepakat bahwa laki-laki yang
hendak melihat perempuan dengan maksud menikahi tidak perlu izin kepada
perempuan yang bersangkutan, agar si laki-laki bisa mengetahui keadaan asli si
perempuan. Maksudnya, karena tidak tahu akan diperhatikan, si perempuan akan
berpenampilan dan bersikap natural atau tidak dibuat-dibuat. Selain itu, hal
ini juga dimaksudkan untuk menjaga perasaan si perempuan. Bisa saja laki-laki
ini tidak jadi menikahi si perempuan setelah memperhatikannya. Jika si
perempuan mengetahui hal ini, tentu ini akan sangat melukainya. Namun, dalam
hal ini Imam Malik berpendapat bahwa laki-laki harus izin kepada si perempuan,
karena khawatir bahwa saat laki-laki melihat, perempuan yang tidak tahu ini
sedang menampakkan auratnya. Satu hal penting yang perlu diingat ialah bagian
tubuh yang boleh dilihat hanya wajah dan telapak tangan. Menurut Imam
An-Nawawi, dengan memperhatikan tangan, laki-laki dapat mengetahui kecantikan
seorang perempuan dan kesehatannya.
Nah, apabila laki-laki tidak memungkinkan
untuk melihat si perempuan, misalnya karena ia sedang berada di luar negeri, ia
bisa meminta tolong kepada saudara atau teman perempuan (yang tidak ada
kepentingan atau perasaan kepada si laki-laki) untuk melihat perempuan yang
dimaksudkan.
Khitbah
Khitbah secara bahasa berasal dari kata khotoba yang artinya
bercakap, menyampaikan sesuatu, dan identik dengan singkat, padat, dan jelas.
Secara istilah, khitbah di sini bermakna menyampaikan maksud untuk meminang
dari pihak laki-laki kepada wali dari pihak perempuan dengan ringkas, padat,
dan tidak bertele-tele.
Adapun sunnah-sunnah dalam khitbah antara lain: mengucapkan
maksud dengan diawali dengan membaca hamdalah dan sholawat nabi. Tidak
diwajibkan untuk beramai-ramai dalam melamar, namun hal ini diperbolehkan
karena biasanya ini dimaksudkan untuk menjalin silaturahim. Begitupun dengan
membawa seserahan, diperbolehkan meskipun tidak wajib. Seserahan ini dinilai
sebagai hadiah, yang mana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda, “Saling memberilah hadiah , niscaya kalian akan saling mencintai.
Namun, yang tidak diperbolehkan adalah apabila hal itu sampai memberatkan atau
mempersulit diri sendiri. Karena Rasulullah pun menganjurkan kita untuk
bersederhana. Adapun hukum tukar cincin adalah boleh, asalkan tidak saling
bersentuhan. Maka tukar cincin bisa dilakukan dengan cara berikut: ibu si
laki-laki memakaikan cincin kepada si perempuan; ayah si perempuan memakaikan
cincin kepada si laki-laki.
Setelah lamaran diterima, maka laki-laki dan perempuan yang
bersangkutan memasuki masa khitbah. Ketika memasuki masa khitbah, ulama
menganjurkan untuk lebih ketat dalam menjaga interaksi, karena bagaimanapun keduanya belum terikat dalam pernikahan, sehingga tetap harus menjaga seperti tidak keluar berduaan dsb. Selain itu, pada masa ini godaan
syetan lebih besar untuk menghasut keduanya agar melakukan maksiat. Hal ini dikarenakan syetan sangat khawatir
akan pernikahan yang akan dilaksanakan keduanya, yang mana pernikahan merupakan
penyempurna separuh agama. Oleh karena itu, hendaknya setelah lamaran diterima,
disegerakan untuk melaksanakan akad.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Ramaikanlah pernikahan dan sembunyikanlah khitbah (lamaran).”
Seorang ulama pengikut madzhab Imam Malik mengatakan bahwa disunnahkan untuk
menyembunyikan khitbah. Pertimbangan bahwa khitbah sebaiknya disembunyikan
antara lain karena: untuk melindungi jikalau ada orang hasud atau tidak suka
dengan bersatunya kedua calon mempelai; khitbah adalah rencana, kita sebagai
manusia tidak tahu apa yang akan terjadi sebelum akad. Jika kemungkinan
terburuk tidak jadi menikah, setidaknya kedua calon mempelai tidak menanggung
malu yang sangat besar karena hanya keluarga yang mengetahui.
---
Akhirnya, kita harus memahami bahwa misi mengapa kita
menikah bukanlah semata untuk bahagia, namun untuk menjalankan sunnah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang kemudian lahirlah
generasi-generasi muda yang nantinya turut meneruskan perjuangan dakwah
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mengingat besar dan mulianya misi
pernikahan, sudah semestinya kita menjemput jodoh kita dengan keimanan yang
utuh, ilmu yang mumpuni, dan juga cara yang baik. Allahu a’lam
0 comments:
Posting Komentar